Nama : pradana banu himawan
Kls : 3ic06
1. Pencapian tujuam dalam pendidika.
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
 Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting,  karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
 Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
 Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah: 
“ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki  Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. 
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
 Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan dti sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa.
2. faktor yang mempengaruhi konsumen membeli produk.
Pada umumnya setiap perusahaan akan selalu berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usahanya mencapai tujuan inilah perusahaan seringkali dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang internal maupun yang eksternal, juga yang bersifat finansial/ non finansial. Masalah-masalah tersebut saling terkait satu sama lain dimana pada akhirnya hal-hal tersebut memaksa organisasi atau badan usaha untuk selalu cepat dan tanggap dalam mengatasinya.
Pengelolaan perusahaan/ organisasi meliputi penentuan kebijakan dan pelaksanaan operasional yang melibatkan unsur manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi suatu perusahaan dibanding faktor-faktor produksi lainnya yang meliputi Sumber Daya Alam (SDA), modal serta keterampilan (skill). Sebab pada dasarnya manusia merupakan penggerak utama ketiga faktor produksi tersebut. Disamping itu manusia juga merupakan faktor kunci bagi berhasil/ tidaknya suatu organisasi/ perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber Daya Manusia (SDM) juga memiliki peranan dalam meningkatkan produktivitas bagi suatu perusahaan sebab dalam lingkungan perusahaan/ suatu badan usaha masalah produktivitas banyak ditekankan pada karyawan yang berperan didalamnya.
Dalam konsep manajemen manusia diharapkan mau memanfaatkan tenaga sepenuhnya atau seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktivitas yang diikuti terciptanya hubungan kerja yang baik dalam arti menyenangkan penuh tenggang rasa dan saling membangun. Untuk mewujudkan hal tersebut dituntut keterlibatan semua pihak pengelola perusahaan maupun para karyawan.
Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental dari masing-masing individu. Sikap mental itu sendiri dapat ditumbuhkan melalui pemberian motivasi dalam diri masing-masing karyawan. Maka diharapkan gairah dan semangat kerja karyawan dapat meningkat. Sehingga pada akhirnya produktivitas kerja diharapkan pula dapat meningkat.
Dari penjelasan di atas peneliti mengamati UD. Marwan Sport Line yang berlokasi di Kota Pasuruan. Selain menghasilkan salah satu produk unggulan di Kota Pasuruan yang dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Perusahaan tersebut juga relatif dapat menambah devisa negara melalui ekspor barang yang selama ini dilakukan. Maka dari itu perusahaan tersebut seyogyanya bisa mempertahankan dan meningkatkan mutu produk. Walaupun semua aspek dalam perusahaan telah termanajemen dengan baik. Dikhawatirkan akan terjadi ketidak kesadaran sikap antar karyawan untuk bersama-sama melaksanakan kedisiplinan kerja. Maka akan berdampak pada penurunan target produksi. Maka dari itu, perlu adanya tindakan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Tidak hanya memberikan penghargaan, kompensasi, kesejahteraan karyawan maupun memperbaiki lingkungan kerja, tetapi harus ada dukungan dan kesadaran diri dari karyawan sendiri untuk bekerja seoptimal mungkin dan memperhatikan semangat dalam beraktifitas terutama dalam sektor produksi perusahaan.
Adapun beberapa manfaat yang dapat diharapkan dalam melaksanakan dan meningkatkan semangat kerja, dalam hal ini peneliti mengutip dari pendapat Mayer yang dikutip dalam Goleman (1997:30) antara lain:
1. Kegairahan atau Antusias (Zest, Enthusiasm)
Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi atau semangat untuk bekerja, semangat kerja tersebut akan terbentuk bila memiliki keinginan atau minat dan kegembiraan dalam melakukan pekerjaannya. Keinginan atau minat karyawan bekerja mencerminkan adanya dorongan karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keinginan karyawan untuk bekerja dikatakan kuat bila karyawan melakukannya bukan karena adanya perasaan cemas.
2. Kualitas untuk Bertahan (Staying Quality)
Setiap orang tentu mempunyai tujuan tertentu dalam bekerja dan berusaha untuk mencapainya, makin besar usaha individu untuk mengatasi kesulitan dalam mencapai tujuannya, menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki semangat kerja yang tinggi. Maier menyatakan bahwa individu tetap berusaha mencapai tujuan semula meskipun mengalami kesulitan, ini menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas untuk bertahan.
3. Kekuatan Melawan Frustasi (Resistence to Frustation)
Maier menyatakan bahwa kekuatan melawan frustasi berbeda dengan kualitas untuk bertahan, meskipun secara umum keduanya mencerminkan bagaimana individu tersebut menghadapi rintangan yang ditemui selama bekerja. Pada aspek ini Maier melibatkan suatu hal yang menarik untuk mengetahui semangat kerja individu, yaitu frustasi.
4. Semangat Berkelompok
Semangat kerja menurut buku Multipal Personal Administration yaitu; bahwa semangat kerja adalah, sikap perorangan atau sikap kelompok dari masing-masing individu terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.
3. Analisis nilai - nilai patriotisme
Bahasa merupakan salah satu ciri kekhususan seni sastra. Hal ini disebabkan bahasa dalam seni sastra bersifat perasaan, mengandung banyak tafsir. Selain itu, bahasa dalam seni sastra tidak saja menunjuk tetapi bersifat apresiatif, tidak hanya menerangkan dan menyatakan apa yang dilakukan, namun bermaksud mempengaruhi sikap pembaca. Di pihak lain sastra lebih sekedar dari bahasa, deretan kata, namun unsur kelebihannya hanya dapat di ungkap dan di tafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat di komunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra mengandung fungsi utama yaitu fungsi komunikatif (Nurgiyantoro, 1994:277).
 Pada kenyataannya dunia sastra merupakan hasil kreatifitas pengarang yang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk kepentingan estetis. Dengan kata lain sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa atau emosi. Di jelaskan bahwa karya satra itu lahir dari pengekspresian endapan yang telah lama ada dalam jiwanya dan mengalami proses pengolahan jiwa secara mendalam melalui proses berimajinasi (Aminuddin, 1990:91).
 Karya satra (Kesusastraan) diciptakan secara kreatif, dalam pengertian bahwa ia diciptakan dalam realitas baru, yang berarti sesuatu yang belum terlintas dan terungkap oleh orang lain. Selain itu sastra sejati selalu bersifat individual. ia diciptakan oleh perorangan tertentu, mengungkapkan nilai-nilai dan norma-norma seperti yang ditulis oleh kretornya. Dengan penampilan hasil sastra demikian maka ia mempunyai sifat pribadi, karena itu sastra sejati bersifat semesta, universal. Hal ini berhubungan dengan nilai yang dikandung oleh karya sastra tersebut.(Korrie Lajun. R, 1984:15).
 Dengan kata lain, karya sastra merupakan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Karya sastra menjadi suatu wadah untuk mengetahui kebenaran kehidupan yang terjadi disekitar pengarang. “Kebenaran kehidupan bukan hanya dapat didekati melalui pengetahuan atau filsafat, tetapi dapat pula melalui penghayatan orang lain”. Penghayatan orang lain adalah penghayatan perasaan pengarang yang dilahirkan melalui karya sastra salah satunya melalui sastra drama.(Sumardjo, 1986:37).
 Dalam dunia sastra kita mengenal istilah drama yang merupakan genre sastra imajinatif ketiga setelah puisi, dan fiksi atau prosa noratif. Drama merupakan karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog, dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama di tulis sebagai dasar untuk di pentaskan. Dengan demikian, tujuan drama bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah drama tadi telah di pentaskan. Tetapi bagaimanapun, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra. Pokok drama adalah cerita yang membawakan tema tertentu, di ungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam drama dapat berbentuk bahasa prosa maupun puisi. Dalam drama modern kebanyakan dialog ditulis dalam bentuk prosa. Kadar puisi dalam drama tidak sepekat seperti dalam genre puisi sendiri. Unsur yang menonjol dari puisi dalam drama adalah bunyi dan irama bahasanya, kadang-kadang juga imaji dan penggunaan simbol-simbol. Seperti halnya genre puisi, drama juga mengenal drama panjang dan drama pendek. Drama panjang biasanya terdiri dari tiga atau lima babak, mengandung cerita panjang, karakter yang beragam, dan juga setting  yang beragam pula. Jumlah tiga atau lima babak di sesuaikan dengan tiga atau lima tingkatan plot yakni pengenalan, konflik, klimaks, penguraian masalah, dan penutup. Sedangkan drama pendek hanya terdiri dari satu babak saja, sehingga sering  disebut drama satu babak. Dalam satu babak itulah struktur cerita dalam satu tingkatan tadi diselesaikan. (Sumardjo, dan Zaini, 1997:31).    
 Dari ungkapan yang terkandung dalam drama, seseorang akan menghayati pengalaman orang lain, mengidentifikasi diri dengan tokoh dalam drama sehingga dapat ikut mengalami peristiwa yang dihadapi, termasuk perbuatan, pikiran, perasaan, keputusan serta dilema yang dihadapi tokoh.
 B. Soelarto banyak menghasilkan sastra drama yang berlatar belakang  revolusi, drama salah satu di antaranya “Gempa“ yang mengambil kejadian waktu zaman revolusi yang sedang bergejolak pada tahun 1945-an dan 1949-an. Meskipun drama-drama itu mengambil kejadian waktu zaman revolusi, namun jarang yang mempersoalkan revolusi itu sendiri. Setting revolusi kebanyakan hanya dipakai dasar untuk masalah sosial dan kejiwaan. Yang menyangkut langsung revolusi dan patriotisme hanya karya B. Soelarto, yang ditulis pada dasa warsa 1960-an. Persoalan revolusi justru tidak menjadi masalah pada tahun 1950-an tetapi persoalan itu baru muncul kembali tahun 1960-an, mengkin disebabkan oleh pengaruh iklim politik waktu itu, yakni masa demokrasi terpimpin yang santer memproklamasikan bahwa revolusi belum selesai. B. Soelarto mempersoalkan pengagungan patriotisme pada pahlawan-pahlawan di zaman revolusi.
4. Perbandingan Metode Quantum Ditinjau Dari Minat Terhadap Prestasi Belajar
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, setiap bangsa mulai memasuki era globalisasi, yaitu suatu era dimana hampir seluruh informasi dapat disajikan seketika dalam berbagai bentuk melalui sebuah jaringan belajar global, suatu abad dimana tekhnologi informasi telah melahirkan dunia baru. Gelombang perubahan yang demikian pesat ini memaksa setiap manusia untuk memikirkan kembali segala sesuatu yang selama ini dipahami tentang pembelajaran, pendidikan, persekolahan, bisnis, ekonomi, dan pemerintahan dimana negara – negara berkembang melompati revolusi industri dan segera memasuki era informasi dan inovasi.
Kekuatan atau kompetensi suatu negara dalam persaingan global lebih ditentukan oleh sumber daya manusia yang profesional. Untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas sangat tergantung pada sistem pendidikan formal maupun informal yang dilaksanakan dan dikembangkan oleh negara tersebut. Peningkatan mutu pendidikan formal di sekolah tidak terlepas dari keberhasilan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa komponen utama yang saling berkaitan, diantaranya guru, siswa dan metode pembelajaran. Komponen-komponen tersebut memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar, sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Selain itu prestasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya minat belajar, motivasi belajar, tingkat intelegensi, fasilitas belajar, sarana dan prasarana, kurikulum, dan media pembelajaran.
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari bidang ilmu pengetahuan yang lain. Dalam perkembangannya hampir semua bidang ilmu membutuhkan matematika, terutama ilmu-ilmu sains, sehingga matematika sangat diharapkan dapat dipelajari dan dikuasi oleh para siswa di semua jenjang pendidikan.  Namun  kenyataannya,  sampai  sekarang   matematika  masih  dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Banyak siswa yang belum dapat memahami konsep dasar matematika dengan baik, terutama pada jenjang sekolah menengah.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional yang penerapannya lebih dominan menggunakan metode ekspositori guru mendominasi jalannya proses pembelajaran. Guru menjelaskan materi dan memberikan contoh soal kemudian memberikan latihan untuk dikerjakan oleh siswa. Siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk berperan aktif, bertanya atau berdiskusi dengan temannya. Akibatnya siswa tidak dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuannya secara optimal dalam situasi dan kondisi serta suasana pembelajaran yang bersifat monoton, tanpa adanya variasi dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan kurang dapat mengaktifkan dan meningkatkan minat belajar siswa yang pada akhirnya tidak bisa dipungkiri masih banyak yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan membosankan.
Kecerdasan emosi dalam belajar biasanya berkaitan dengan kestabilan emosi untuk bisa tekun, konsentrasi, tenang, teliti, dan sabar dalam memahami materi yang dipelajari. Memang diakui, mendidik seseorang untuk bisa pintar mungkin terlalu mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun. Tetapi mendidik seseorang untuk mempunyai emosi yang baik dengan cara membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan tanpa ada perasaan tertekan tidak semua orang bisa melakukannya. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan pokok bahasan tertentu dan tingkat perkembangan intelektual siswanya. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah metode pembelajaran quantum learning, membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan.
Quantum learning memberikan kiat – kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses yang dapat menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat, dan membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Quantum learning merupakan gabungan yang sangat seimbang antara bekerja dan bermain, antara rangsangan internal dan eksternal. Prinsip utama metode quantum learning adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar baik secara positif maupun negatif.
Beberapa teknik yang digunakan dalam memberikan sugesti positif adalah menempatkan siswa secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas saat pelajaran berlangsung, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster – poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi dan menggunakan alat bantu lain yang dapat menimbulkan suasana pembelajaran lebih menarik, nyaman dan menyenangkan. Dengan adanya suasana pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan ini akan menciptakan jalinan pengertian yang baik antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga akan menghasilkan emosi positif yang membuat otak bekerja lebih efektif.
Metode pembelajaran quantum learning dikembangkan untuk memberikan satu cara dalam membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menarik, nyaman dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Bagi siswa yang telah terperangkap dalam anggapan bahwa ‘belajar adalah pekerjaan yang menjemukan’, quantum learning bagaikan obat penawar yang menghidupkan dan memperkuat kembali kegembiraan dan kecintaan belajar. Karena dalam metode quantum learning, menekankan pada prinsip kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab sehingga setiap siswa secara individual dapat mengembangkan keahliannya dalam satu aspek dari materi yang sedang dipelajari sesuai dengan karakteristik dan kemampuannya masing – masing secara optimal tanpa ada perasaan tertekan. Proses ini menguntungkan setiap individu, karena disamping mereka bisa belajar memahami kemampuannya dalam penguasaan materi, mereka juga bisa belajar bagaimana mengatur emosi dalam dirinya. Dengan adanya minat belajar siswa yang tinggi, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini akan dikaji “Perbandingan Penggunaan Metode Quantum Learning Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Pada Pembelajaran Matematika Kelas V Sekolah Dasar Se-Kecamatan Alian”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelaskan tentang RISC & Pipelining RISC

Perbedaan Pneumatik dan Hidrolik

Perbeadaan RISC dan CISC